Mari Kemas Ide dan Tulislah di Blog Kawan

Group kampus Jumat (26/12/25) semakin ramai perihal tema; apakah rakyat jadi rusak oleh ‘sebab’ pemimpinnya, atau sebaliknya? 

Perdebatan itu hadir, di tengah cuti libur sebagaimana tertera di kalender dalam rangka kelahiran Yesus.

Saya tidak mau terlibat dengan perdebatan tersebut. Selain karena keilmuan saya jauh dari level beliau-beliau yang sudah super, alasan lainnya ruang group kampus itu menurut saya bukan tempatnya.

Begini, diskusi keilmuan secara mendalam akan lebih baik bila kemudian dipublish pada personal blog atau familier disebut blog pribadi. 

Jika tulisan sudah jadi, tinggal di share dan tunggu respon pembaca. Jadi, tidak perlu menulis panjang lebar yang kadang hanya di ‘skip’ oleh yang melihat –yakni anggota group. 

Apalagi, bila kemudian ada yang ‘tidak suka’ dengan kita, hingga mendadak terpotong oleh informasi yang penting. Entah prestasi, hingga kabar duka. 

Tentu saut-chat akan menjadi tidak asyik dan bisa saja berhenti oleh kehadiran  informasi penjeda yang lebih penting.

Usul

Oleh sebab hal di atas, blog pribadi itulah yang coba saya usulkan kepada kawan karib saya. 

Tulisan yang enteng-enteng perihal fenomena kekinian apa saja bisa dikupas tuntas dari sudut pandang pribadi. Meminjam bahasa Didik Komaidi (2011:126), itulah yang dinamakan opini.

Tentu, daripada tulisan yang tercerai berai, akan lebih indah bila para dosen hingga tenaga kependidikan mempublishnya di blog pribadi. 

Toh, untuk membuat blog pribadi sangat mudah. Sekali lagi mudah. Tutorialnya tersedia banyak sekali di youtube. PR-nya adalah, mau atau tidak!

Punya blog pribadi, bagi saya seperti punya rumah ‘pikiran’ sendiri. Ia menjadi gudang penyimpanan ide kita. Penting dan tidak penting, yang penting ide tersebut kita simpan dahulu. 

Di sinilah kita itu sangat menganggap bila ide kita penting untuk dibiarkan berlalu seperti air hujan.

Dengan mengemas ide, karya, melalui blog pribadi, jujur saya sepakat dengan penulis kondang Andrias Harefa (2010:70-71), bila salah satu alasan mengapa kudu menulis, agar kita tidak hilang. 

Begini penjelasan sederhana yang bisa saya sampaikan dari ulasan beliau. Orang lain, lalu cucu-cicit-canggah yang itu adalah keturunan kita sendiri, tidak akan mengenal siapa saya, anda, dan kita.

Mereka akan lebih kenal Plato, Aristoteles, Imam Al-Ghozali, Gus Dur yang beliau-beliau itu telah mencatatkan nama dalam buku sejarah karena menulis.

Oleh karena saya, anda, dan kita adalah ‘korban’ dari kakek-kakek yang tidak menulis; maka saya, anda, dan kita tidak kenal sedikitpun. Itu karena, beliau-beliau wafat sebelum saya, anda, dan kita lahir. 

Alhasil, saya, anda, dan kita tidak tahu kiprah mereka, apa yang dialami mereka, bagaimana mereka bergulat dalam kehidupan, serta bagaimana gejolak psikologis beliau-beliau menghadapi situasi hidup masa silam.

Karena saya tidak mau hilang dari sejarah keluarga saya sendiri, maka untuk itulah saya menulis. 

Tentu, menjadi suatu kesenangan yang tidak terkira, bila kelak cucu-cicit saya akan tahu, apa saja yang menjadi impian dan cita-cita besar kakeknya yang kini sedang mengemas tulisan-tulisannya di blog pribadi ini.

Jadi, agar nama saya, anda, dan kita tidak hilang dari sejarah keluarga, menuliskah kawan! Dan blog pribadi, adalah ruang elegan untuk menampung apa saja karya yang dihasilkan. 

Selamat mencoba.

Posting Komentar

0 Komentar